Pengaruh Kualitas Mengajar Guru Dalam Upaya Peningkatan Pemahaman dan Ketuntasan Nilai Akademik Siswa XI IPA Kanaan Jakarta


BAB I

LATAR BELAKANG 

        Pada era globalisasi, salah satu modal dasar dalam menciptakan sumber daya manusia yang mampu bersaing di dunia global adalah pendidikan yang berkualitas. Dalam hal ini sekolah memegang peranan penting sebagai salah satu lembaga yang memberikan pelayanan pendidikan. Oleh karena itu, demi mewujudkan fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan , dibutuhkan tenaga dari seorang pendidik. Pendidik (guru) dalam proses belajar mengajar merupakan komponen esensial dalam menentukan kualitas pembelajaran. Kualitas mengajar yang baik dapat membantu kesuksesan siswa dalam memahami maupun mencapai ketuntasan nilai akademik.

         Idealnya, guru sebagai tenaga pendidik harus memiliki kemampuan profesional seperti yang dinyatakan dalam PP nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 28 ayat 3 yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan pengembangan diri yang baik , kemauan dan kemampuan untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran serta kemauan dan kemampuan lain yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab. Berdasarkan program pendidikan dan latihan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan profesionalitas guru dalam memperbaiki proses pengajaran di sekolah. Namun faktanya, guru dengan metode mengajar yang berbeda menghasilkan kualitas pemahaman yang berbeda pula, ada yang mudah dipahami  maupun sebaliknya. Tetapi, tetap diperlukan adanya evaluasi yang bertujuan untuk memperbaiki metode mengajar dari masing-masing pendidik. Perlu dipahami bahwa setiap siswa memiliki kemampuan pemahaman dan daya tangkap yang berbeda-beda sehingga harus ditangani dengan cara yang berbeda pula. Pada akhirnya siswa dengan tingkat pemahaman yang rendah terhadap materi yang disampaikan oleh guru akan mengalami kesulitan dalam memenuhi atau mencapai ketuntasan nilai akademik. Hal ini dapat menimbulkan masalah lain yaitu budaya menyontek sebagai usaha mereka mencapai ketuntasan tersebut dan jika tidak segera diperbaiki maka akan berdampak buruk bagi siswa di masa yang mendatang. Dalam kasus ini, penulis melakukan penelitian kualitatif dan pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara yaitu pendekatan dengan cara memandang objek kajian sebagai sistem, artinya objek kajian dilihat sebagai satuan yang terdiri dari unsur yang saling terkait dan mendeskripsikan fenomena yang ada (Arikunto,1993:209). Dengan demikian penulis mampu memperoleh hasil berupa deskripsi, penguraian dan penggambaran dari masalah yang dihadapi.

           Untuk itu penting bagi penulis untuk mengangkat topik Pengaruh Kualitas Mengajar Guru Dalam Upaya Peningkatan Pemahaman dan Ketuntasan Nilai Akademik Siswa XI IPA Kanaan Jakarta sebab peran guru sebagai pendidik dalam membantu siswa memahami serta mampu mengaplikasikannya secara nyata sangatlah besar. Perlu diperhatikan bahwa evaluasi proses belajar mengajar sangatlah penting demi kebaikan bersama baik peserta didik maupun pendidik.



BAB II


LANDASAN TEORI 

A.     Kualitas Mengajar Guru

1.     Pengertian Kualitas

Istilah kualitas berasal dari bahasa Inggris (Quality) dan sepadan dengan kata mutu dalam bahasa Indonesia Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kualitas adalah ukuran baik buruk, mutu, taraf, kadar, atau derajat dari kecerdasan, kepandaian dan sebagainya. (Tim Penyusun Kamus P3B, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Edisi ke-2, h. 533)

Menurut Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry bahwa kualitas atau mutu dari sebuah  pendidikan harus ditingkatkan baik itu sumber daya manusia, sumber daya material, mutu pembelajaran, kualitas lulusan dan sebagainya.

Menurut Nurhasan, pengertian kualitas secara umum dapat diartikan suatu gambaran yang menjelaskan mengenai baik buruk hasil yang dicapai dalam proses pendidikan yang sedang dilaksanakan.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas atau mutu dapat diartikan sebagai kadar atau tingkatan dari sesuatu, baik berupa benda, manusia atau yang lainnya. Sedangkan dilihat dari tingkatannya, ada kualitas nomor satu, dua dan selanjutnya. Adapun dari sisi kadar, dapat dikatakan kualitas baik, kualitas sedang, kualitas rendah dan sebagainya.

2.     Pengertian Mengajar

Mengajar berasal dari kata “ajar” dengan imbuhan me-. Ajar berarti petunjuk yang diberikan agar seseorang mau menuruti (mengetahui sesuatu). Jika ditambah imbuhan me-, maka akan menjadi mengajar yang artinya melatih, memberikan bahan ajar kepada seseorang. Menurut kajian S. Nasution, mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada peserta didik, dengan tujuan  agar pengetahuan tersebut dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik.

Menurut Prof.Dr.H.Dadang Suhardan,M.Pd, mengajar pada dasarnya merupakan kegiatan akademik yang berupa interaksi komunikasi antara pendidik dan peserta didik. Aktivitas mengajar merupakan kegiatan guru dalam mengaktifkan proses belajar peserta didik dengan menggunakan berbagai metode.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan siswa sangat bergantung pada tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugasnya dengan baik maka akan tampak perubahan berarti pada diri siswa, seperti sikap positif dalam belajarnya dan prestasi belajar akan semakin meningkat. Bagi guru sendiri keberhasilan  akan mampu meningkatkan kepuasan kerja, rasa percaya diri dan semangat kerja yang tinggi.

3.     Pengertian Guru

Guru berasal dari bahasa Sanskerta “guru” yang juga berarti guru, tetapi artinya secara harfiah adalah seseorang pengajar suatu ilmu. Kata guru umumnya merujuk pada seorang pendidik profesional yang tugas utamanya mendidik, mengajar, melatih, mengevaluasi, dan menata proses belajar mengajar (Undang-Undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, 2006 : 2) Istilah guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar. (Tim Penyusun Kamus P3B, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Edisi ke-2). Peran guru sangat penting bagi pendidikan. Baik buruknya pendidikan tergantung bagaimana seorang guru memanifestasikan dan mengaplikasikan sumbangsihnya ke dalam lembaga formal maupun nonformal.

Menurut Noor Jamaluddin (1978:1), guru adalah pendidik, orang dewasa yang bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam pengembangan tubuh dan jiwa untuk mencapai kematangan, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang mampu berdiri sendiri.

Menurut Ahmadi (1977), pendidik ataupun guru merupakan sosok yang berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar. Guru harus dapat menghadirkan kondisi dan situasi proses belajar mengajar yang dapat mendorong dan membangkitkan semangat siswanya sehingga siswa mampu menyadari kecakapan dan peluang prestasi yang mungkin didapatkannya.

Menurut M.I. Soelaeman dalam bukunya psikologi belajar, untuk menjadi guru yang baik tidak hanya mengandalkan bakat atau emansipasi saja, tetapi harus disertai latihan dan pengalaman agar muncul sikap guru yang diinginkan sehingga melahirkan kegairahan kerja yang menyenangkan. Pendapat di atas cukup beralasan, karena memang yang mempengaruhi hasil belajar anak didik tidak hanya latar belakang atau pengalaman mengajar, tetapi dipengaruhi oleh sikap mental guru dalam memandang tugas yang diembannya. Seorang guru yang memandang profesi  keguruannya sebagai panggilan jiwa akan melahirkan perbuatan untuk melayani kebutuhan anak didik dengan segenap jiwa raga.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar atau orang yang tugasnya mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Guru merupakan sosok teladan dan salah satu sumber pengetahuan bagi siswanya, sehingga sudah sewajarnya jika mereka memiliki kualitas yang tinggi. Dengan memiliki kualitas kerja yang tinggi maka diharapkan akan menghasilkan siswa yang memiliki prestasi yang tinggi pula.

Merujuk kepada pengertian–pengertian di atas maka pengertian kualitas mengajar guru adalah tingkatan mutu seorang pendidik dalam memberikan pendidikan dan pembelajaran kepada siswanya guna memenuhi kewenangan dan tanggung jawabnya baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kualitas dapat dilihat dari seberapa optimal guru mampu memfasilitasi proses belajar siswa. Bahwa setiap guru atau tenaga pengajar memiliki tanggung jawab terhadap tingkat keberhasilan siswa belajar dan keberhasilan guru mengajar. Dan untuk mewujudkanitu semua diperlukan guru yang berkualitas yang memiliki ciri dan karekteristik serta kemampuan yang profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik.

B.     Pemahaman dan Ketuntasan Nilai Akademik

1.     Pengertian Pemahaman

Pemahaman berasal dari kata ”paham” yang memiliki arti tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pemahaman adalah sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar.

Menurut Winkel dan Mukhtar (Sudaryono, 2012: 44), pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain.

Menurut Benjamin S. Bloom (Anas Sudijono, 2009: 50) mengatakan bahwa pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

Berdasarkan pengertian di atas bahwa untuk mengetahui tingkat keberhasilan (pemahaman) siswa dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran maka perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan untuk menilai pemahaman siswanya melalui kegiatan evaluasi

2.     Pengertian Ketuntasan Nilai Akademik

Ketuntasan berasal dari kata dasar “tuntas”. Ketuntasan berarti prinsip dalam analisis bahasa yang tujuannya adalah merinci sampai habis, kontras dalam suatu perangkat data, dan pada akhirnya semua kontras dalam bahasa secara keseluruhan.

Menurut Permendikbud No.104 tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar pada Jenjang Dikdasmen. Ketuntasan belajar adalah tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan meliputi ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar.

Menurut H.Erman (2003:11) seorang siswa (individual) disebut telah tuntas dalam belajar, bila siswa telah mencapai daya serap 65% dan ketuntasan belajar klasikal adalah 80%, yang artinya ketuntasan belajar suatu kelas belum mencapai 80% perlu diadakan diagnostik dan remedial sebelum materi dilanjutkan. Daya serap merupakan persentase skor tingkat penguasaan untuk setiap siswa dalam suatu tes.

Sesuai dengan ketentuan dalam KBK (Sunoto, 2002:93), siswa tuntas belajar, bila telah 75% menguasai kompetensi atau sekurang-kurangnya harus mencapai skor minimal 75. Dalam pola ini ditentukan  bahwa seorang siswa yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika siswa yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang telah ditetapkan, (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:14).

Ketuntasan belajar adalah merupakan taraf pencapaian/ penguasaan minimal yang ditentukan oleh guru kepada para muridnya. Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) belajar adalah tingkat pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran oleh siswa per mata pelajaran.

Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remidial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.

Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan anggka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.

Berbicara mengenai akademik, tentu saja juga tidak akan lengkap bila tidak membahas mengenai pengertian prestasi akademik. Pengertian prestasi akademik itu sendiri adalah kemampuan, kecakapan atau sebuah hasil usaha yang semakin bertambah dari waktu ke waktu karena proses pembelajaran. Artinya, pengetahuan tersebut bertambah karena adanya pembelajaran di kelas, bukan karena pertumbuhan. Pengertian di atas dijelaskan oleh Sobur (2006). Lebih lanjut, Sobur juga menjelaskan bahwa prestasi akademik tersebut dapat dinilai ataupun diukur dengan menggunakan tes baku atau yang telah terstandar.

Hal ini didukung oleh pernyataan Soemantri (dalam Nurani, 2004) yang menyatakan prestasi akademik adalah hasil yang dicapai siswa dalam kurun waktu tertentu pada mata pelajaran tertentu yang diwujudkan dalam bentuk angka dan dirumuskan dalam rapor. Menurut Setiawan (2000) prestasi akademik adalah tingkat pencapaian keberhasilan terhadap suatu tujuan, karena suatu usaha belajar telah dilakukan secara optimal.

Maka dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik adalah hasil belajar berupa pemecahan masalah lisan atau tulisan, dan keterampilan serta pemecahan masalah secara langsung yang diwujudkan dalam bentuk angka yaitu melalui rapor. Nilai akademik sendiri dijadikan salah satu indikator kelulusan bagi peserta didik.

Sistem pendidikan di Indonesia yang terjebak pada masalah nilai menyebabkan siswa terjebak pada cara mereka belajar. Mereka akan memaksakan diri dengan cara apapun untuk mendapatkan nilai yang tinggi, dengan menyontek, misalnya. Sistem yang terpaku pada nilai, akhirnya tidak akan memperhatikan minat dan bakat siswa.

B A B  III

METODOLOGI  PENELITIAN

3.1   Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei. Survei dilakukan dengan melakukan pengamatan untuk mendapatkan keterangan-keterangan  yang jelas terhadap suatu masalah tertentu dalam suatu penelitian. Penelitian dilakukan secara meluas dan berusaha mencari hasil yang segera dapat digunakan untuk suatu tindakan yang bersifat deskriptif yaitu melukiskan hal-hal yang mengandung fakta yang fungsinya merumuskan dan melukiskan apa yang terjadi.

Kerlinger (196)  mengatakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data sampel yang diambil dari populasi tersebut (Riduwan, “Metode dan Teknik Menyusun Tesis”, 2006, halaman 49).

Penulis menggunakan penelitian survei yaitu penelitian dengan melihat dan meneliti serta mengamati segala bentuk pembelajaran di sekolah. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kualitas pengajaran guru di dalam proses pembelajaran, penulis menggunakan presepsi siswa sebagai tolak ukur dalam melihat dan menilai kualitas pengajaran guru.

Selanjutnya untuk memperoleh data, fakta dan informasi yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif korelasi, didukung oleh data yang diperoleh melalui penelitian lapangan.

3.2   Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini akan dilakukan di Sekolah SMA Kristen Kanaan yang berlokasi di Jalan Kran Raya No.7, Kemayoran, Jakarta Pusat. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei tahun 2018.

3.3   Subjek Penelitian

Subjek penelitian menurut Faisal (2005:109) menunjuk pada orang, individu, kelompok yang dijadikan unit atau satuan yang akan diteliti. Sedangkan menurut Arikunto (2002:66) subjek dalam penelitian adalah benda, keadaan atau orang tempat data melekat dipermasalahkan. Pada penelitian ini yang menjadi subjek adalah siswa kelas XI-IPA 1 di SMA Kristen Kanaan, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Alasan sekolah ini dipilih karena sekolah tersebut memiliki fasilitas dan media pembelajaran yang cukup baik, tetapi pemahaman dan ketuntasan nilai akademik siswa yang masih perlu diperhatikan. 

3.4   Teknik Pengumpulan Data

Sumber data penelitian tindakan ini meliputi siswa, guru, dokumen hasil pembelajaran dan proses pembelajaran. Adapun teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a.     Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang akan diteliti.
Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan mengenai pelaksanaan pembelajaran di kelas.

b.     Wawancara
Wawancara adalah cara memperoleh keterangan dan data dengan berhadapan langsung dengan responden melalui seperangkat pertanyaan.
Wawancara dilakukan dengan siswa yang menerima materi pengajaran dari masing-masing guru bidang studi. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyerapan ilmu yang diterima dan persepsi siswa terhadap kualitas mengajar guru.

c.      Dokumentasi
Dokumentasi adalah sumber data yang berupa data atau barang tertulis. Di dalam  melaksanakan metode dokumentasi, peneliti akan menyelidiki benda-benda tertulis seperti dokumen nilai, catatan harian , dan sebagainya.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Eksplanasi (soal)

Resensi Buku "Bacakilat For Students"

Apa Itu Ceramah ?